Ads 468x60px

Kamis, 14 Mei 2015

Koloid



KOLOID
1.    Pengertian Sistem Koloid
Sistem koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak antara larutan dan suspensinya (campuran kasar). Nama koloid diberikan oleh Thomas Graham pada tahun 1861. Iatilah itu berasal dari bahasa Yunani, yaitu “kolla” dan “oid”. Kolla berarti lem, sedangkan oid berarti seperti. Dalam hal ini, yang dikaitkan dengan lem adalah sistem difusinya, sebab sistem koloid mempunyai nilai difusi yang rendah, seperti lem. Larutan biasa, misalnya larutan garam, yang mempunyai nilai difusi lebih besar disebut kristaloid. Koloid mempunyai nilai difusi yang rendah karena partikelnya berukuran lebih besar daripada molekul, yaitu berukuran maksimum 1 mikrometer, tetapi tidak dapat mengendap. Secara makroskopis, koloid tampak homogen, namun secara mikroskopis koloid bersifat heterogen.
Untuk memahami sistem koloid, marilah kita membandingkan tiga jenis campuran berikut, yaitu campuran gula dengan air, campuran tepung terigu dengan air, dan campuran susu dengan air.
Apabila kita campurkan gula dengan air, ternyata gula larut dan diperoleh larutan gula. Di dalam larutan, zat terlarut tersebar dalam bentuk partikel yang sangat kecil, sehingga tidak dapat dibedakan lagi dari mediumnya walaupun menggunakan mikroskop ultra. Larutan bersifat kontinu dan merupakan sistem satu fase (homogen). Ukuran partikel zat terlarut kurang dari 1 nm. Larutan bersifat stabil (tidak memisah) dan tidak dapat disaring.
Jika kita mencampurkan tepung terigu dengan air, ternyata tepung terigu tidak larut. Walaupun campur ini diaduk, lambat laun tepung terigu akan memisah (mengalami sedimentasi). Campuran seperti ini kita sebut suspensi. Suspensi bersifat heterogen dan tidak bersifat kontinu, sehingga merupakan sistem dua fase. Ukuran partikel tersuspensi lebih besar dari 100 nm. Suspensi dapat dipisahkan dengan penyaringan.
Selanjutnya, jika kita campurkan susu (misalnya, susu instan) dengan air, ternyata susu “larut” tetapi “larutan” itu tidak bening melainkan keruh. Jika didiamkan, campuran itu tidak memisah dan juga tidak dapat dipisahkan dengan penyaringan (hasil penyaringan tetap keruh). Secara makroskopis campuran ini tampak homogen. Jika diamati dengan mikroskop ultra, ternyata partikel-partikel susu yang tersebar di dalam air masih dapat dibedakan. Campuran seperti inilah yang disebut koloid. Ukuran partikel koloid berkisar antara 1 nm – 100 nm. Jadi koloid tergolong campuran heterogen dan merupakan sistem dua fase. Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi, sedangkan medium yang digunakan untuk mendispersikan zat disebut medium dispersi. Fase terdispersi bersifat diskontinu (terputus-putus), sedangkan medium dispersi bersifat kontinu. Pada campuran susu dengan air yang disebutkan di atas, fase terdispersi adalah lemak, sedangkan medium dispersinya adalah air. Perbandingan sifat antara larutan, koloid, dan suspensi disimpulkan berikut ini:



Larutan (dispersi molekul)
Koloid (dispersi koloid)
Suspensi (dispersi kasar)
Contoh: Larutan gula dalam air
Contoh: Campuran susu dengan air
Contoh: Campuran tepung terigu dengan air
1)   Bersifat homogen, tak dapat dibedakan walaupun menggunakan mikroskop ultra


2)   Semua partikel berdimensi (panjang, lebar, atau tebal) kurang dari 1 nm
3)   Satu fase
4)   Stabil
5)   Tidak dapat disaring
1)    Secara makroskopis bersifat homogen tetapi bersifat hetrogen jika diamati dengan mikroskop ultra
2)    Partikel berdimensi antara 1 nm sampai 100 nm

3)    Dua fase
4)    Pada umumnya stabil
5)    Tidak dapat disaring kecuali dengan penyaring ultra
1)   Bersifat heterogen





2)   Salah satu atau semua dimensi partikelnya lebih besar dari 100 nm

3)   Dua fase
4)   Tidak stabil
5)   Dapat disaring

2.    Jenis-Jenis Koloid
Koloid yang mengandung fase terdispersi padat disebut sol. Ada tiga jenis sol, yaitu sol padat (padat dalam padat), sol cair (padat dalam cair), dan sol gas (padat dalam gas). Istilah sol biasa digunakan untuk menyatakan sol cair, sedangkan sol gas lebih dikenal sebagai aerosol (arosol padat). Koloid yang mengandung fase terdispersi cair disebut emulsi. Emulsi juga ada tiga jenis, yaitu emulsi padat (cair dalam padat), emulsi cair (cair dalam cair), dan emulsi gas (cair dalam gas). Istilah emulsi biasa digunakan ubtuk menyatakan emulsi cair, sedangkan emulsi gas juga dikenal dengan nama aerosol (aerosol cair). Koloid yang mengandung fase terdispersi gas disebut buih. Hanya ada dua jenis buih, yaitu buih padat dan buih cair. Campuran antara gas dengan gas selalu bersifat homogen jadi merupakan larutan, bukan koloid. Istilah buih biasa digunakan untuk menyatakan buih cair.
a.      Aerosol
Sistem koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas disebut aerosol. Jika zat yang terdispersi berupa zat padat, disebut aerosol padat, jika zat yang terdispersi berupa zat cair, disebut aerosol cair.
Contoh aerosol padat : asap dan debu dalam udara
Contoh aerosol cair : kabut dan awan

b.      Sol
Sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair disebut sol. Koloid jenis sol banyak kita temukan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam industri.
Contoh sol : Air sungai (sol dari lempung dalam air), sol sabun, sol detergen, sol kanji, tinta tulis, dan cat)

c.       Emulsi
Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain disebut emulsi. Syarat terjadinya emulsi ini adalah kedua jenis zat cair itu tidak saling melarutkan. Emulsi dapat digolongkan ke dalam dua bagian, yaitu emulsi minyak dalam air (M/A) atau emulsi air dalam minyak (A/M). Dalam hal ini, minyak diartikan sebagai semua zat cair yang tidak becampur dengan air.
Contoh emulsi minyak dalam air (M/A) : santan, susu, dan lateks
Contoh emulsi air dalam minyak (A/M) : mayonaise, minyak bumi, dan minyak ikan

d.      Buih
Sistem koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair disebut buih. Buih dapat dibuat dengan mengalirkan suatu gas ke dalam zat cair yang mengandung pembuih. Buih digunakan pada berbagai proses, misalnya pada pengolahan bijih logam, pada alat pemadam kebakaran, kosmetik, dan lain-lain. Adakalanya buih tidak dikehendaki. Zat-zat yang dapat memecah/mencegah buih antara lain eter dan isoamil alkohol. Zat pemecah buih disebut agen anti buih (defoaming agent).

e.      Gel
Koloid yang setengah kaku (antara padat dan cair) disebut gel. Contoh: agar-agar, lem kanji, selai, gelatin, gel sabun, dan gel silika. Gel dapat terbentuk dari suatu sol yang zat terdispersinya mengadsorpsi medium dispersinya, sehingga terjadi koloid yang agak padat.

Sifat-Sifat Koloid
1.      Efek Tyndall
Salah satu cara yang sangat sederhana adalah dengan memberikan seberkas cahaya kepadanya. Larutan sejati meneruskan cahaya (transparan), sedangkan koloid menghamburkannya. Oleh karena itu, berkas cahaya yang melalui koloid dapat diamati dari arah samping walaupun partikel koloidnya sendiri tidak tampak. Jika partikel terdispersinya juga kelihatan, maka sistem itu bukan koloid melainkan suspensi.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mengamati efek Tyndall, antara lain :
1.      Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut
2.      Sorot lampu proyektor dalam gedung bioskop yang berasap dan berdebu
3.      Berkas sinar matahari melalui celah daun pepohonan pada pagi hari yang berkabut

Efek Tyndall tidak sama untuk setiap sinar yang mempunyai panjang gelombang berbeda. Sinar kuning misalnya lebih sedikit dihamburkan. Itulah sebabnya lampu warna kuning dipakai pada saat berkabut, dimana cahaya kuning lebih dapat menembus kabut dan terlihat oleh pemakai jalan.

2.      Gerak Brown
Telah disebutkan bahwa partikel koloid dapat menghamburkan cahaya. Jika diamati dengan mikroskop ultra, akan terlihat partikel koloid senantiasa bergerak terus-menerus dengan gerak patah-patah (gerak zig-zag). Gerak zig-zag partikel koloid ini disebut  gerak Brown, sesuai dengan nama penemunya , Robert Brown, seorang ahli biologi berkebangsaan Inggris.
Gerak Brown menunjukkan kebenaran teori kinetik molekul yangt mengatakan bahwa molekul-molekul dalam zat cair senantiasa bergerak. Gerak Brown terjadi sebagai akibat tumbukan yang tidak seimbang dari molekul-molekul medium terhadap partikel koloid. Dalam suspensi, tidak terjadi gerak Brown karena ukuran partikel cukup besar, sehingga tumbukan yang dialaminya seimbang. Partikel zat terlarut juga mengalami gerak Brown tetapi tidak dapat diamati. Semakin tinggi suhu, semakin cepat gerak Brown berlangsung. Hal ini terjadi karena energi kinetik molekul medium meningkat, sehingga menghasilkan tumbukan yang lebih kuat.
Gerak Brown merupakan salah satu faktor yang menstabilkan koloid. Oleh karena bergerak terus-menerus, maka partikel koloid dapat mengimbangi gaya gravitasi, sehingga tidak mengalami sedimentasi.

3.      Muatan Koloid
a.      Elektroforensis
Partikel koloid dapat bergerak dalam medan listrik. Hal ini menunjukkan bahwa partikel koloid tersebut bermuatan listrik. Pergerakan partikel koloid dalam medan listrik ini disebut elektroforensis. Apabila ke dalam sistem koloid dimasukkan dua batang elektrode kemudian dihubungkan dengan sumber arus searah, maka partikel koloid akan bergerak ke salah satu elektrode bergantung pada jenis muatannya. Koloid bermuatan negatif akan bergerak ke anode (elektrode positif) sedangkan koloid yang bermuatan positif bergerak ke katode (elektrode negatif). Dengan demikian, elektroforensis dapat digunakan untuk menentukan jenis muatan koloid.

b.      Adsorpsi
Partikel koloid memiliki kemampuan menyerap ion atau muatan listrik pada permukaannya. Oleh karena itu, partikel koloid menjadi bermuatan listrik. Penyerapan pada permukaan ini disebut adsorpsi. Sol Fe(OH)3 dalam air mengadsorpsi ion positif, sehingga bermuatan positif, sedangkan sol As2S3 mengadsorpsi ion negatif, sehingga bermuatan negatif.
Sifat adsorpsi dari koloid digunakan dalam berbagai proses, antara lain sebagai berikut:
1.      Pemutihan Gula Tebu
2.      Norit
3.      Penjernihan Air

4.    Koagulasi
Apabila arus listrik dialirkan cukup lama ke dalam sel elektroforensis, maka partikel koloid akan digumpalkan ketika mencapai elektrode. Jadi, koloid yang bermuatan negatif akan digumpalkan di anode sedangkan koloid yang bermuatan positif digumpalkan di katode.
Koagulasi koloid karena karena penambahan elektrolit terjadi sebagai berikut. Koloid yang bermuatan negatif akan menarik ion positif (kation), sedangkan koloid yang bermuatan positif akan menarik ion negatif (anion).
Beberapa contoh koagulasi dalam kehidupan sehari-hari dan industri:
1.    Pembentukan delta di muarta sungai terjadi karena koloid tanah liat (lempung) dalam air sungai mengalami koagulasi ketika bercampur dengan elektrolit dalam air laut.
2.    Karet dalam lateks digumpalkan dengan menambahkan asam format.
3.    Lumpur koloidal dalam air sungai dapat digumpalkan dengan menambahkan tawas.
4.    Asap atau debu dari pabrik/industri dapat digumpalkan dengan alat koagulasi listrik dari Cottrel.

5.    Koloid Pelindung
Pada beberapa proses, suatu koloid harus dipecahkan. Misalnya, koagulasi lateks. Di lain pihak, koloid perlu dijaga supaya tidak rusak. Suatu koloid dapat distabilkan dengan menambahkan koloid lain yang disebut koloid pelindung. Koloid pelindung ini akan membungkus partikel zat terdispersi, sehingga tidak dapat lagi mengelompok.

6.    Dialisis
Ion-ion yang mengganggu kestabilan koloid dapat dihilangkan dengan suatu proses yang disebut dialisis. Dalam proses ini, sistem koloid dimasukkan ke dalam suatu kantong koloid, lalu kantong dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air mengalir. Kantong koloid terbuat dari selaput semipermeable, yaitu selaput yang dapat melewatkan partikel-partikel kecil seperti ion-ion atau molekul sederhana, tetapi menahan partikel-partikel koloid. Dengan demikian, ion-ion akan keluar dari kantong koloid dan hanyut bersama air.
Orang yang menderita gagal ginjal dapat menjalani cuci darah, dimana fungsi ginjal diganti oleh suatu mesin dialisator.
7.    Koloid Liofil dan Koloid Liofob
Koloid ini termasuk golongan sol. Sol liofil adalah sol yang fase terdispersinya mempunyai afinitas besar dalam menarik medium pendispersinya.
Sol Liofob adalah sol fase terdispersinya mempunyai afinitas kecil dalam menarik medium pendispersinya.
No.
Sol Liofil
Sol Liofob
1.       
Stabil
Kurang stabil
2.       
Kekentalan tinggi
Kekentalan rendah
3.       
Kurang menunjukan gerak brown
jelas menunjukan gerak brown
4.       
Efek tyndall kurang jelas
Efek tyndall jelas
5.       
Terdiri dari zat organik
Terdiri dari zat anorganik
6.       
Sulit diendapkan dengan penambahan elektrolit
Mudah  diendapkan dengan penambahan elektrolit
7.       
Partikel terdispersinya mengadsorbsi molekul
Partikel terdispersinya mengadsorbsi ion
8.       
Mengadsobsi mediumnya
Tidak mengadsorpsi mediumnya
9.       
Reversibel
ireversibel 
10.   
Contoh sol: agar-agar, sol kanji,
Contoh sol: AgCl, CaCO3

Pembuatan Sistem Koloid
1.      Cara Kondensasi
Dengan cara kondensasi partikel larutan sejati (molekul atau ion) bergabung menjadi partikel koloid. Cara ini dibedakan menjadi dua, yaitu cara kimia dan cara fisika. Akaedua car ini banyak diterapkan untuk membuat koloid tipe sol, khususnya sol emas dan sol belerang
a.      Cara Kimia
1)      Reaksi Redoks
Reaksi Redoks adalah reaksi yang disertai perubahan bilangan oksidasi.
Contoh: Pembuatan sol belerang dari reaksi antara hidrogen sulfida (H2S) dengan belerang dioksida (SO2), yaitu dengan mengalirkan gas H2S ke dalam larutan SO2 .
2H2S(g) + SO2(aq) 2H2O(l) + 3S(koloid)

2)      Reaksi Hidrolisis
Hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air
Contoh: Pembuatan sol Fe(OH)3 dari hidrolisis FeCl3. Apabila ke dalam air mendidih ditambahkan larutan FeCl3 akan terbentuk sol Fe(OH)3.
FeCl3(aq) + 3H2O(l) Fe(OH)3(koloid) + 3HCl(aq)

3)      Reaksi Pengendapan
Pembuatan koloid melalui reaksi pengendapan dilakukan dengan cara mencampurkan dua macam larutan elektrolit, hingga menghasilkan endapan yang berukuran koloid.
Contoh: Sol AgCl dapat dibuat dengan mencampurkan larutan perak nitrat encer dengan larutan HCl encer.
AgNO3(aq) + HCl(aq) AgCl(koloid) + HNO3(aq)

4)      Reaksi Pemindahan
Koloid yang dibuat melalui reaksi pemindahan yaitu sol belerang. Sol ini dibuat dengan menambahkan larutan HCl ke dalam larutan Na2S2O3. Campuran ini akan menghasilkan partikel-partikel belerang yang berukuran partikel koloid.
Na2S2O3(aq) + 2HCl(aq) 2NaCl(aq) + H2SO3(aq) + S(koloid)
b.      Cara Fisika
Cara fisika digunakan untuk membuat koloid dengan cara mengkondensasikan partikel koloid. Proses ini dilakukan melalui cara-cara berikut.
1)      Pengembunan uap
Cara pengembunan uap diterapkan pada pembuatan sol raksa (Hg). Sol raksa dibuat dengan menguapkan raksa. Uap raksa selanjutnya dialirkan melalui air dingin sehingga mengembun dan diperoleh partikel raksa berukuran koloid.

2)      Pendinginan
Suatu koloid dapat dibuat melalui proses pendinginan, tujuannya untuk mengumpulkan suatu larutan sehingga menjadi koloid, karena kelarutan suatu zat sebanding dengan suhu.

3)      Penggantian pelarut
Penggantian pelarut digunakan untuk mempermudah pembuatan koloid yang tidak dapat larut dalam suatu pelarut tertentu. Misalnya pada pembuatan sol belerang. Belerang sukar larut dalam medium air. Oleh karena itu, air diganti dengan alkohol. Sol belerang dalam air, dibuat dengan cara melarutkan belerang ke dalam alkohol sehingga diperoleh larutan jenuh. Larutan jenuh ini selanjutnya diteteskan sedikit demi sedikit ke dalam air hingga terbentuk sol belerang.

2.      Cara Dispersi
Dengan cara dispersi, partikel kasar dipecah menjadi partikel koloid. Cara dispersi dapat dilakukan secara mekanik, peptisasi atau dengan loncatan bunga listrik (cara busur Bredig).

a.      Cara Mekanik
Menurut cara ini, butir-butir kasar digerus dengan lumpang atau penggiling koloid sampai diperoleh tingkat kehalusan tertentu, kemudian diaduk dengan medium dispersi.
Contoh: Sol belerang dapat dibuat dengan menggerus serbuk belerang bersama-sama dengan suatu zat inert (seperti gula pasir), kemudian mencampur serbuk halus itu dengan air.

b.      Cara Peptisasi
Cara peptisasi adalah pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah). Zat pemeptisasi memecahkan butir-butir kasar menjadi butir-butir koloid.
Contoh: Agar-agar dipeptisasi oleh air, nitroselulosa oleh aseton, karet oleh bensin, dll. Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S dan endapan Al(OH)3 dipeptisasi oleh AlCl3


c.       Cara Busur Bredig
Cara busur Bredig digunakan untuk membuat sol-sol logam. Logam yang akan dijadikan koloid digunakan sebagai elektrode yang dicelupkan ke dalam medium dispersi, kemudian diberi loncatan listrik diantara kedua ujungnya. Mula-mula atom-atom logam akan terlempar ke dalam air, lalu atom-atom tersebut mengalami kondensasi, sehingga membentuk partikel koloid. Jadi, cara busur ini merupakan gabungan cara dispersi dan cara kondensasi.




0 komentar:

Posting Komentar